Sekolah Rakyat Zaman Prabowo: Menggali Akar, Menanam Masa Depan

Oleh: Saeed Kamyabi*

Saya sendiri gak pake PAUD atau TK, langsung masuk SD. Tapi ayah saya Daeng Masiga adalah lulusan Sekolah Rakyat (SR) zaman doeloe. Meski hanya tamat SR, beliau menjadi salah satu ulama terpandang di kampung. Ketika saya mendengar Presiden Prabowo meluncurkan kembali konsep “Sekolah Rakyat”, kenangan akan ayah saya kembali hadir — bersahaja, cerdas, dan berakhlak.

Namun Sekolah Rakyat (SR) yang kini dibentuk bukanlah sekadar reinkarnasi masa lalu. Ia adalah respon atas ketimpangan pendidikan zaman ini, sebagai upaya mengembalikan pendidikan kepada rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

1. Untuk Siapa Sekolah Rakyat Zaman Prabowo?

Sekolah ini ditujukan untuk:

* Anak-anak kurang mampu secara ekonomi.
* Masyarakat di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar).
* Anak-anak putus sekolah.
* Anak-anak yang merasa tidak cocok dengan sistem pendidikan formal yang terlalu administratif dan akademik semata.

Ia tidak dibatasi umur, tapi lebih pada semangat: siapa pun yang ingin belajar dengan kesungguhan dan tidak tertampung dalam sistem pendidikan konvensional.

2. Biaya dan Sumber Dana

Sekolah Rakyat ini digagas sebagai sekolah gratis dibiayai dari:

* Anggaran Kementerian Pertahanan (sebagai program bela negara berbasis pendidikan).
* CSR BUMN dan perusahaan swasta.
* Gotong royong masyarakat (tanah wakaf, rumah belajar, relawan pengajar).
* Potensi kerja sama dengan pesantren dan komunitas pendidikan alternatif

3. Hubungan dengan Sekolah Formal

SR tidak bersaing dengan sekolah formal, tetapi melengkapi dan menambal kekurangan sistem yang ada. Ia fleksibel seperti PAUD nonformal atau kejar paket, tetapi bermuatan karakter, kemandirian, dan keterampilan hidup.

Bukan duplikat SD, SMP, atau SMA, tapi lebih seperti “madrasah rakyat”: tempat belajar yang tidak kaku, tapi mendalam. Beberapa SR fokus pada usia sekolah dasar, lainnya bisa sampai level keterampilan pasca remaja (setara SMK).

Baca Juga :  Politik Anggaran Helmi Hasan

4. Cakupan Jenjang Pendidikan

Sebagian besar Sekolah Rakyat fokus pada:

* Pendidikan dasar (setara SD dan SMP).
* Pendidikan keterampilan untuk remaja dan dewasa.
Belum menyentuh jenjang kuliah, tapi bisa menjadi jalur persiapan atau jembatan ke politeknik.

5. Motivasi Pendirian

Motif utama adalah ketahanan nasional berbasis sumber daya manusia rakyat, sebagaimana tertuang dalam visi Prabowo soal “Bela Negara”.

Sekolah Rakyat menjadi:

* Solusi ketimpangan akses pendidikan.
* Alternatif bagi masyarakat terpinggirkan sistem.
* Alat untuk menanamkan cinta tanah air, keterampilan hidup, dan nilai-nilai luhur bangsa.

6. Ke Mana Arah Lulusannya?

Lulusan diharapkan menjadi:

* Warga terampil dan berakhlak.
* Siap kerja, berwirausaha, atau melanjutkan ke jalur pendidikan formal.
* Penggerak masyarakat, bukan sekadar pencari kerja.

Sebagian SR bekerja sama dengan program sertifikasi atau pelatihan BLK (Balai Latihan Kerja) agar lulusannya punya legalitas keahlian.

7. Legalitas Ijazah

Belum semua SR memiliki ijazah formal yang diakui negara. Namun, banyak yang sudah menjalin kerja sama dengan:

* PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat),
* Kejar Paket A, B, C untuk memperoleh ijazah formal.

Jadi SR adalah tempat pendidikan karakter dan pembekalan ilmu dasar, sedangkan ijazah formal bisa diperoleh melalui jalur kemitraan.

8. Syarat Masuk Sekolah Rakyat

Syaratnya ringan:

* Bersedia belajar sungguh-sungguh.
* Mendapat izin orang tua/wali.
* Bersedia mengikuti aturan disiplin khas SR.
Tidak memandang nilai ijazah sebelumnya — yang penting niat dan semangat.

9. Syarat Menjadi Guru

Guru SR tidak selalu harus berijazah S1. Yang penting:

* Berakhlak baik.
* Punya keahlian atau pengalaman hidup yang berguna.
* Bersedia mengajar dengan semangat mengabdi, bukan karena gaji.

Ada guru dari pensiunan, tokoh agama, ustadz kampung, aktivis, hingga profesional yang ingin berbagi ilmu.

Baca Juga :  Sengketa Perdata Yang Dipaksakan Menjadi Pidana: Catatan Kritis Atas Kasus Ahmad Kanedi

10. Syarat Mendirikan Sekolah Rakyat

Belum ada regulasi nasional formal, namun pendirian biasanya melibatkan:

* Niat kelompok masyarakat atau ormas.
* Tempat belajar yang layak (rumah warga, mushola, balai desa).
* Kurikulum yang kontekstual dan tidak memberatkan.
* Terbuka untuk mendapat pendampingan dari TNI/Relawan/Santri dalam bentuk program pengabdian.

SR bukan sekolah negeri maupun swasta formal — tapi sekolah komunitas.

11. Kesan Psikologis: Murid, Guru, dan Masyarakat

Berbeda dengan sekolah umum yang kadang membebani secara akademik dan biaya, Sekolah Rakyat memberi:

* Rasa diterima, dihargai, dan dimanusiakan.
* Kebanggaan untuk belajar, meski sederhana.
* Kembali hadirnya hubungan guru-murid yang seperti orang tua dan anak.
* Kebersamaan yang menyembuhkan, bukan sekadar mengajar-menguji.

Di beberapa tempat, SR bahkan menjadi pusat harapan baru, tempat anak-anak kembali tersenyum dan orang tua tak lagi cemas.

Sekolah Rakyat sebagai Jalan Tengah

Sekolah Rakyat bukan anti modernitas, tapi mengingatkan bahwa pendidikan bukan soal gedung, seragam, atau angka rapor. Pendidikan adalah pembebasan dan pembentukan karakter.

Di tengah sistem yang makin birokratis, Sekolah Rakyat adalah napas rakyat.
Saya percaya, sebagaimana ayah saya dibentuk oleh SR di masa lalu, anak-anak hari ini pun bisa menjadi ulama, pemimpin, atau profesional dari SR yang baru ini — jika dijaga niatnya, ditata pelaksanaannya, dan diberi tempat dalam sistem nasional.

*Pendidik. Pendiri Kamyabi Homeschool

Previously

Lantik 443 ASN, Gubernur : Harus Siap Bantu Rakyat !

Next

Perbaiki Jalan Provinsi, Gubernur: Tidak Ada Anak Tiri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TedLINE.id
advertisement
advertisement