Saatnya Komite Sekolah Tidak Lagi Memalak

Oleh: Icha Khairiah, M.Pd (Dosen UINFas)


AWAL tahun ajaran baru seharusnya membawa semangat baru. Tapi bagi sebagian orang tua siswa, justru menjadi beban baru. Bukan karena anaknya masuk sekolah favorit atau harus beli seragam, tapi karena mereka mendapat “surat cinta” dari komite sekolah, yang intinya menyuruh setor uang.

Namanya juga komite, bukan koperasi. Tapi perilakunya kadang mirip debt collector. Tidak semua memang, tapi kita tidak bisa menutup mata, ada praktik pungutan berkedok sumbangan yang sudah lama menjamur di sekolah negeri. Dan yang lebih menyakitkan, ini terjadi di sekolah yang katanya “gratis”.

Namun kabar baik datang dari Bengkulu. Di tengah riuhnya tahun ajaran baru, Gubernur Bengkulu Helmi Hasan justru mencetak sejarah dengan sebuah keberanian yang jarang dimiliki kepala daerah lain: melarang komite sekolah menarik pungutan dalam bentuk apapun.

Gubernur Paham, Orang Tua Sudah Berat

Melalui Surat Edaran resminya, Gubernur Helmi Hasan meminta sekolah dan komite tidak memaksa wali murid dalam bentuk apapun. Titik. Tidak pakai basa-basi. Ia paham, tidak semua orang tua bisa menyisihkan ratusan ribu rupiah hanya karena sekolah ingin menambah AC atau perbaiki pagar.

Sekolah negeri itu dibiayai negara. Bukan dari keringat orang tua murid yang sudah kerja keras siang malam,” kurang lebih begitu semangat yang bisa kita tangkap dari kebijakan ini.

Dan jangan lupa, aturan ini bukan asal-asalan. Gubernur hanya menegakkan apa yang sudah tertuang dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang dengan tegas menyebut komite sekolah dilarang memungut uang.

Sumbangan? Boleh. Tapi Jangan Memalak

Kita perlu luruskan juga. Komite boleh menerima sumbangan, tapi dengan satu syarat penting: sukarela. Bukan sukarela yang dibungkus kata manis tapi ujung-ujungnya ditentukan nominal, dibatasi waktu, bahkan diancam sanksi kalau tidak setor.

Baca Juga :  Catatan 98 Hari Gubernur Helmi Hasan : Perjuangan Atasi Kelangkaan BBM dan Dangkalnya Alur Pulau Baai

Kalau begini, namanya bukan sumbangan. Tapi pungutan liar yang dibungkus legalitas semu.

Dan kalau wali murid merasa keberatan, jangan diam. Adukan ke Dinas Pendidikan, Ombudsman, dan bahkan langsung ke Gubeenur Bengkulu.

Langkah Berani yang Perlu Dicontoh

Langkah Gubernur Helmi Hasan ini layak dicontoh daerah lain. Ini bukan hanya soal uang seratus-dua ratus ribu. Ini soal keadilan. Soal hak pendidikan. Soal melindungi rakyat kecil dari beban yang tidak seharusnya mereka pikul.

Ketika banyak pemimpin daerah sibuk dengan seremonial atau gimmick media sosial, Helmi justru hadir dengan kebijakan nyata yang berpihak pada rakyat. Bukan hanya bicara “Bantu Rakyat” di baliho, tapi benar-benar melindungi kantong mereka.

Akhirnya, pendidikan adalah hak setiap anak bangsa, bukan proyek iuran berjamaah. Komite sekolah seharusnya jadi mitra pengawasan, bukan mesin pemungut uang. Maka, jika Anda merasa keberatan atas iuran tak wajar di sekolah anak Anda, ingat satu hal: Anda tidak sendiri. Dan Anda punya dasar hukum untuk menolak.

Karena kalau negara sudah membebaskan biaya pendidikan, jangan sampai komite malah menciptakan beban baru.

Previously

Pengusaha Tambang Setor Uang ke Rohidin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

TedLINE.id
advertisement
advertisement